Holopis Kuntul Baris Hadir dari Negeri Humanis


Holopis Kuntul Baris Hadir dari Negeri Humanis
Oleh
Nina Karenina

Pandemi Covid-19, Buruh Akan Galang Dana untuk Alkes dan Lumbung ...
source by google; okezone nasional.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa akhir-akhir ini sejumlah lintas negara telah dihebohkan dengan wabah pandemi yang kian hari masif merajai. Covid-19 sebagaimana yang kita ketahui Corona Virus Disease-2019 yang muncul pertama kali di Wuhan, China pada tanggal 30 Desember 2019. Seluruh wilayah di Wuhan kala itu digemparkan hingga banyak sekali penularan dan korban yang berjatuhan. Hingga akhirnya Wuhan sempat resmi diberlakukan lockdown atau bisa disapa dengan karantina wilayah.

Wabah atau yang juga bisa disebut pagebluk ini tidak hanya menyerang Wuhan, tapi juga negara tetangga. Khususnya negara kita, Indonesia. Namun, kenyataannya kita sebagai manusia tengah dihadapkan oleh wabah yang juga menjadi persoalan bersama bagi dunia. Sebab hingga hari ini terdapat 215 negara yang tengah terjangkit wabah corona dengan 3.976.043 orang terkonfirmasi, 277.708 orang yang meninggal karena wabah corona di dunia (sumber: WHO/11/05/2020). Dilansir dari covid19.go.id pertanggal 11 Mei 2020 di Indonesia sendiri sudah tercatat ada 14.265 orang yang positif terjangkit corona, dan 991 orang yang meninggal dunia akibat corona. Artinya bahwa harus diperhatikan betul-betul oleh seluruh masyarakat juga pemerintah dalam memberi kebijakan yang baik untuk diterapkan. Tentu ini menjadi salah satu senjata yang paling kuat untuk diterapkan saat ini, yaitu mengimplementasikan asas Holopis Kuntul Baris yang tak asing bila didengar kata Bung Karno sang revolusioner sejati.

Hal ini mengingatkan dengan kisah wabah sampar hingga mematikan yang lahir di Perancis pada tahun 1945. Kemudian Albert Camus menjadikan kisah tersebut ke dalam salah satu karya sastranya yang berjudul La Peste (1947). Dimana Perancis pada saat itu hingga menerapkan sistem lockdown di kota Oran, yaitu kota yang pertama kali wabah itu bermula (pada halaman 75). Albert Camus mengisahkan pada karyanya bahwa warga Perancis ada yang menerima kebijakan tersebut, ada yang tidak terima dengan kebijakan lockdown tersebut, bahkan juga ada yang pasrah akan kebijakan pemerintah Perancis pada saat itu. Albert Camus juga mengatakan bahwa kisah ini menjadi sebuah pertunjukan sisi kemanusiaan bahwa melalui karya sastranya, La Peste sembari menyadarkan bahwa dengan adanya wabah sampar di kota Oran akan memberikan kesadaran akan kehadiran serta penerimaan akan pergumulan yang akan datang nantinya.

Peristiwa yang dikisahkan oleh Albert Camus menjadi salah satu bentuk refleksi penyadaran terhadap diri kita. Tidak hanya itu, telah banyak sekali pandemi yang kita ketahui yang juga salah satunya paling mirip dengan Covid-19 ialah Flu Spanyol pada tahun 1918. Bila dilihat pada realitanya, wabah corona ini menyerang tanpa pandang bulu dan tak kenal waktu. Semua orang berpotensi terjangkit, semua orang ialah carrier (pembawa). Peristiwa ini tidak hanya menyerang sektor kesehatan, perekonomian ataupun pendidikan. Tapi corona yang terjadi di Indonesia bila dilihat melalui kacamata Albert Camus dalam karya sastranya mengungkapkan bahwa wabah ini juga menyerang sisi kemanusiaan.

Bicara sisi kemanusiaan tidak luput dari suatu jalinan rasa kebersamaan, harusnya. Bahwa melalui pandemi ini sebenarnya kita diuji kesadarannya akan rasa kemanusiaan. Apakah kita sebagai manusia akan menjadi lebih egois dibanding yang sebelumnya bahkan juga sudah memiliki sifat egois. Peristiwa ini dapat dilihat bagaimana orang-orang berbondong-bondong berbelanja kebutuhan pangan dan kebutuhan penunjang lainnya seperti masker, cairan disinfektan ataupun hand sanitizer yang dibelanjakan secara berlebihan tanpa memikirkan yang lain. Kita bisa sebut ini dengan panic buying. Dapat dikatakan bahwa panic buying bukanlah satu-satunya solusi atau hal yang diperbolehkan untuk dilakukan, terlebih untuk banyak orang. Karena jelas dampaknya ke berbagai kalangan. Sebab banyak pula yang membutuhkan kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Selain sifat egosentris kita yang diuji, akankah kita semakin egois atau justru sebaliknya? Kita sebagai manusia menjadi semakin sadar akan rasa kemanusiaan dan peduli terhadap sesama, terlebih mereka-mereka yang membutuhkan pertolongan kita. Ini adalah salah satu ujian empati yang secara sadar ataupun tidak sadar sedang kita alami bersama.  

Refleksi hidup atas pandemi corona itu sebagaimana pandemi sampar dalam La Peste; Camus menjawab kesadaran manusia itu dengan, pertama, tidak perlu berselisih total (sebab dan tujuan) manusia ada; dan kedua, secara sendiri dan bersama-sama dalam sebuah komunitas, manusia mesti menolak takluk di depan kejahatan absolut. Semangat melawan ini diwujudkan dalam sikap solider dan bertanggumg jawab atas kehidupan rapuh yang tampak dalam diri korban absurditas eksistensi (A. Setyo Wibowo, 2005:5).
Masalah pandemi ini ialah permasalahan yang bersifat global. Maka hal ini juga harus dihadapi secara global, tentunya juga dengan persaudaraan global. Sebab di tengah pandemi ini bukan hanya finansial saja yang terguncang, tetapi juga psikologis yang berat kita rasakan. Banyak ketegangan, ketakutan dan kekhawatiran yang terjadi. Holopis Kuntul Baris ialah salah satu senjata yang mampu menaklukan disaat genting seperti ini. Sebab jika dilihat filosofinya berasal dari Jawa yang bermakna gotong royong atau kerja sama. Sejarah slogan tersebut bermula pada zaman dahulu yang tentu sangat berbeda dengan sekarang, dimana orang-orang masih percaya jika slogan tertentu punya kekuatan magis, bisa menyembuhkan penyakit, bahkan fungsinya sama seperti mantra. Tercetusnya slogan ini diketahui sejak tahun 1960an, ia sering disuarakan ketika masyarakat sedang bersama-sama mengerjakan sesuatu yang berat. Mereka akan beramai-ramai mengucapkan slogan tersebut dengan keyakinan bisa meringankan beban yang ditanggung.

Perlu kita ketahui bahwa masyarakat Indonesia sangat kental terhadap budayanya. Selain diperkuat oleh slogan yang dipopulerkan oleh Bung Karno semasa orde lama. Sri Sultan HB X mengatakan bahwa konsep Mangasah Mingising Budi, Memasuh Malaning Bumi menurut ajaran Sultan Agung tersebut bermakna mengasah ketajaman akal budi, serta membasuh malapetaka bumi. Relevansi ajaran Sultan Agung tersebut bahwa seharusnya kita kini meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan, bersamaan dengan itu kita juga harus melestarikan lingkungan; serta kita juga membersihkan diri dari sikap golek menange dewe, golek benere dewe, dan golek butuhe dewe. Bila diartikan ialah cari menang sendiri, cari benarnya sendiri dan cari butuhnya sendiri.
Terlepas dari apapun kekuatan magis yang terkandung di setiap konsep atau slogan yang ada, rasa kemanusiaan harus tetap ada dan dirawat subur. Sebab itulah senjata yang juga selama ini mungkin kita tempatkan di belakang kita namun nyatanya sangat dibutuhkan dalam mengatasi pandemi ini. Bisa kita lihat buktinya sudah berapa banyak pagelaran aksi-aksi solidaritas yang mengangkat corona sebagai urgensinya. Ini menandakan bahwa asas Holopis Kuntul Baris benar adanya dan faktanya bergerak di tengah pandemi Covid-19 ini. 
Banyak kalangan sedari artis, komunitas, organisasi, lembaga sosial, korporasi, influencer yang menggalang dana sebagai bentuk aksi solidaritas melawan corona, maupun anak-anak yang sempat tersorot di media untuk turut menyisihkan uang tabungannya demi membantu penanganan Covid-19 di Indonesia. Hal-hal kecil seperti inilah yang jika tergerak dan terorganisir secara gotong royong dan bekerja sama pasti akan menuai hal-hal baik. Ini ialah bukti bahwa Indonesia juga adalah negara yang humanis. Menerapkan nilai-nilai humanis mendatangkan kedamaian dan ketentraman antar warga masyarakat.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa humanisme berasal dari kata human yang berarti manusia, dan isme yang berarti paham atau aliran. Humanisme berarti aliran yang memiliki tujuan menghidupkan dan menciptakan rasa kemanusiaan. Jelas termaktub dalam isi dari sila kedua Pancasila menyebutkan, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” hal ini menunjukkan bahwa Indonesia telah menerapkan paham yang berpacu pada kemanusiaan.
Pandemi Covid-19 seolah menyadarkan kita bahwa dalam menyikapi hidup perlu rasa kemanusiaan dan solidaritas. Ini bukti bahwa Indonesia selain menerapkan Holopis Kuntul Baris juga menanamkan nilai-nilai humanis di tengah pandemi. 

Sebagaimana yang kita tahu bahwa bangsa kita, bangsa Indonesia terkenal dengan kedermawanan dan kesukarelawanannya. Hal ini diperkuat oleh statement dari seorang pejabat Menlu Singapura yang dikutip melalui channel youtube Najwa Shihab, bahwa dengan dilandanya pandemi Covid-19 ini ternyata menjadi suatu tolak ukur dalam menilai kualitas suatu bangsa melalui tiga aspek. Pertama, apakah sistem layanan kesehatannya disiapkan dan berjalan baik atau tidak; kedua, apakah sistem pemerintahannya efektif atau tidak; dan yang ketiga, apakah modal sosial yang ada pada negara tersebut tumbuh subur atau tidak. Rasa-rasanya aspek yang ketiga ini dapat terasa tumbuh subur di negeri humanis, Indonesia. Selain diperkokoh oleh pagelaran sejumlah aksi-aksi kesolidaritasan maupun kerelawanan dari berbagai elemen. Hal ini juga terbukti dengan berdasarkan buku laporan CAF World Giving Index 2018, A Global View of Giving Trends, yang dipublikasikan pada Oktober 2018, skor Indonesia untuk membantu orang lain sebesar 46 persen, berdonasi materi 78 persen, dan melakukan kegiatan sukarelawan 53 persen. Hal ini semakin diperkuat oleh pertama kalinya Indonesia melesat menempati posisi puncak Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index 2018 dengan skor 59 persen. Indonesia naik satu peringkat menduduki posisi teratas. Pada tahun 2017, Indonesia berada di posisi kedua CAF World Giving Index.

Berikut ini skor indeks CAF World Giving Index 2018 yang masuk 10 besar:
1. Indonesia (skor keseluruhan 59 persen)
2. Australia (skor keseluruhan 59 persen)
3. Selandia baru (skor keseluruhan 58 persen)
4. Amerika Serikat (skor keseluruhan 58 persen)
5. Irlandia (skor keseluruhan 56 persen)
6. Inggris (skor keseluruhan 55 persen)
7. Singapura (skor keseluruhan 54 persen)
8. Kenya (skor keseluruhan 54 persen)
9. Myanmar (skor keseluruhan 54 persen)
10. Bahrain (skor keseluruhan 53 persen)

Hal ini patut dibanggakan sembari mendapat perawatan bahwa rasa kemanusiaan kita juga harus selalu diperbaharui. Sebab di situasi pandemi ini juga mengharuskan kita untuk tak hanya berdiam diri, tetapi juga belajar. Belajar dari banyak hal, termasuk bencana yang sedang dialami bersama. Sebab Indonesia ialah negara yang termasuk memiliki karakteristik rawan bencana. Menurut Pakar Tsunami dari Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko mengungkapkan berbagai daerah di Indonesia yang berpotensi terjadi bencana gempa dan tsunami. Kerap kali kita sebagai masyarakat Indonesia digegerkan dan dihadapkan oleh sejumlah bencana, justru seharusnya membuat kita terlatih kuat dan kekar setelahnya. Sebab secara tak langsung kita membangun imunitas tersendiri terhadap berbagai bencana yang ada.

Maka dari itu dengan mengimplementasikan Holopis Kuntul Baris di negeri humanis berarti sama saja mewujudkan sikap persaudaraan global yang mampu kita rajut bersama di tengah situasi pandemi ini, bahkan jauh sebelum adanya pandemi ini. 

“Salah satu penyakit terbesar adalah ketika kita menjadi tidak berguna bagi orang lain.” – Bunda Teresa.

Serba Serbi Kuliah Online a.k.a KULON


Taman Baca Kp. Pilar, CIkarang Utara, Kab. Bekasi

Sejak munculnya suatu penemuan virus yang kian hari kian memakan korban, hingga akhirnya disebut wabah. Kita akrab menyapanya dengan Covid-19 (Corona Virus Disease 2019). Tentu saja yang munculnya pada bulan Desember tahun lalu di Wuhan, China. Mungkin ini bukan kali pertamanya kalian mendengar namanya, ia sangat jelas dan lantang disebut-sebut bahkan asyik untuk masuk ke dalam tiap lingkar diskusi banyak orang. Wow, trend ya wabahnya. Hingga pada akhirnya publik digemparkan dengan angka kematian yang kian hari meningkat cukup signifikan. Mengerikan memang.


Terus apa hubungannya ya dengan KULON (Kuliah Online) ????


Okey, sebagaimana yang kita ketahui bahwa dalam membahas suatu masalah pasti tentunya juga ada dampaknya. Dari sekian banyaknya dampak yang telah hadir diantaranya, dampak terhadap perekonomian negara yang tentunya sangat berpengaruh hingga ke kantong-kantong kita. Selain itu juga berdampak pada psikologis, pasti ini juga sangat dapat kita rasakan. Mengingat banyaknya ketakutan dan kekhawatiran yang menghantui setiap harinya. Bagaimana tidak, dengan munculnya sebuah persoalan baru yang juga bisa saya sebut persoalan dunia. Sebab bukan hanya negara kita saja yang terjangkit, tapi juga lintas negara.

HOW HAPPENING YOU’RE!!!

Hingga saat ini kita tahu banyak lahirnya stigma buruk yang hadir kepada mereka. Mereka ini tentunya ialah orang-orang yang justru menjadi garda terdepan dalam memerangi pandemi ini. Mereka ialah para tenaga medis, baik perawat maupun dokter dan yang terlibat di dalamnya. Sungguh miris sekali. Selain kita dipusingkan dengan dampak finansial kantong masing-masing, kita juga dipusingkan dengan stigma baru yang mengguncang psikologis diri kita dan orang sekitar. Ampun republik.

Tidak selesai disitu, selain menyerang pada sektor kesehatan - perekonomian – pariwisata dan banyak hal. Kali ini kita juga diujidengan  hal yang amat berat diterima, dampaknya terhadap sektor pendidikan. Menurut saya, ada tiga hal yang saling berkaitan sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh demi memajukan bangsa ini. Selain ekonomi, kesehatan, juga pendidikan.

Menurut Plato, pendidikan adalah sesuatu yang dapat membantu perkembangan individu dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang dapat memungkinkan tercapainya sebuah kesempurnaan.
Untuk menuju kesempurnaan, tentu dibutuhkan banyak usaha. Termasuk usaha dalam pengimplementasiannya.

Sejak covid-19 semakin merebak dan memangkas waktu. Termasuk waktu pelaksanaan semester baru di beberapa intitusi pendidikan, salah satunya saya mengambil sampel di beberapa kampus yang berada di Kota Bekasi. Banyak institusi pendidikan yang bukan hanya pada tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah saja yang melaksanakan belajar dari rumah, tetapi institusi pendidikan tinggi juga (baca : kampus).

Banyak sekali proses belajar mengajar yang dirasakan tidak biasa, sebab harus bergenggaman dengan teknologi sebagai perantaranya. Selain gagap dan canggung dengan teknologi, proses adaptasi juga terus dilakukan seiring dengan proses belajar mengajar. Karena tidak jarang dari kita, bahkan dari tenaga pendidik seperti guru atau dosen yang masih belum terbiasa menggunakan media teknologi sebagai perantara belajar mengajar.

Kerap kali saya dengar keluhan dari beberapa orang yang merasa bahwa belajar di rumah melalui teknologi bahkan sejumlah aplikasi pendukung itu tidak efektif. Mengapa tidak efektif? Karena jika dilihat dari kebiasaan sebelumnya, para mahasiswa biasa menghabiskan waktu belajarnya di dalam ruang kelas selama 4-6 jam perharinya melalui tatap muka dengan berbagai  macam metode pengajaran yang diterapkan. Seperti diskusi kelompok, forum debat, presentasi dan lain-lain. Sangat jelas ini membutuhkan waktu penyesuaian tehadap rutinitas yang biasa diterapkan di kelas.

Masa-masa transisi ini tentu membutuhkan hal-hal pendukung lain. Seperti ketersediaan perangkat dan kuota untuk mengakses aplikasi penunjang. Sebab setiap pengajar memiliki metode ajar yang berbeda pula, bahkan media belajarnya pun juga berbeda. Belum lagi yang tidak memiliki akses penuh kesana, tentunya kuota internet juga merupakan slah satu kendalanya. Disatu sisi kita direpotkan dalam mengakses bahan ajar yang juga dibarengi dengan proses penerimaan materi perkuliahan melalui jalur online. Tentu tidak mudah bagi orang-orang yang memiliki kemampuan untuk belajar secara tatap muka untuk memahami materi perkuliahan yang sedang atau telah berlangsung.

Belum lagi metode setiap tenaga pendidik yang memiliki gaya mengajarnya yang berbeda karakter. Karena juga ada yang saya dapati terkait keluhan banyaknya tugas yang diberikan dengan jumlah waktu yang tidak sesuai. Jelas sangat memengaruhi psikologis yang merasakan. Seharusnya para tenaga pendidik juga mampu menyeimbangkan antara penyampaian materi dengan pemberian tugas.

Selain penyampaian materi, ketersediaan kuota internet juga sangat dibutuhkan. Ada beberapa provider yang turut mendedikasikan program kuota gratis untuk yang membutuhkan baik pelajar maupun mahasiswa. Namun, di dalamnya terdapat syarat dan ketentuan yang belaku. Ada yang dapat mengakses Whatsapp saja, ada juga yang mampu mengakses sumber referensi melalui pencarian. Hal itu saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan belajar atau kuliah secara daring (online).

Lalu ada yang juga mengganjel di benak saya dan mungkin hampir seluruh mahasiswa yang merasakan. Yaitu mengenai UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang biasanya dilunasi di awal semester. Pada kenyataannya di semester ini kita semua dihadapi dengan situasi wabah yang mendunia, pandemi Covid-19. Banyak dari mereka yang membuat suatu pernyataan sikap tegas terkait ini. Jika kita ingat melalui statement legit dari Kemenag RI, Menteri Fachrul Rizal mengenai pemotongan UKT Mahasiswa PTKIN. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag mengeluarkan surat pemotongan UKT/SPP mahasiswa PTKIN pada 6 April lalu. Namun pada 20 April, pemotongan UKT/SPP mahasiswa PTKIN dibatalkan. "Karena ada penghematan anggaran di Kemenag yang berdampak pada dana operasional PTKIN," ujar Kamaruddin. Dilansir dari CNNINdonesia.com.

Tetapi ada hal yang menarik saya pernah ketahui bahwa ada salah satu institusi pendidikan yang bersinergi dengan salah satu provider untuk diberikan kuota internet sebagai salah satu fasilitas selama belajar di rumah. Mungkin ini bisa menjadi rekomendasi dan bahan pertimbangan untuk dicontoh para institusi pendidikan lainnya dengan cara mengelola anggaran UKT tersebut untuk keperluan yang lebih berguna.

Ada sebuah rekomendasi yang bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk para tenaga pendidik, bahwa bicara soal pendidikan berarti juga bicara soal metodologi. Dengan dilandanya panaademi ini, ada kiranya para tenaga pendidik untuk mengemas dan merancang sebuah formulasi yang bisa diterapkan dalam mengajar dari rumah. Juga ikut mempertimbangkan perihal pemberian tugas di setiap pertemuan kuliah daringnya, sebab tidak akan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik jika tidak dibarengi dengan pemahaman suatu ilmu yang diberikan. Jadi, dari sisi tenaga pendidik maupun mahasiswanya juga saling bahu membahu karena sama pentingnya. Asas Holopis Kuntul Baris.

Semoga kita semua diberikan kelancaran dalam menimba ilmu, bagaimanapun cara dan dimanapun tempatnya. Karena “setiap orang menjadi guru, dan setiap rumah menjadi sekolah.” -Ki Hajar Dewantara.

Penerangan Jalan: Bukti Keseriusan Pejabat Publik Dalam Mencegah Terjadinya Kekerasan Seksual di Setiap Daerahnya

Seringkali menemukan jalan yang minim bahkan enggan penerangan jalan merupakan fenomena yang tidak jarang lagi dijumpai. Sah-sah saja rasa...