Sejak munculnya suatu
penemuan virus yang kian hari kian memakan korban, hingga akhirnya disebut
wabah. Kita akrab menyapanya dengan Covid-19 (Corona Virus Disease 2019).
Tentu saja yang munculnya pada bulan Desember tahun lalu di Wuhan, China. Mungkin
ini bukan kali pertamanya kalian mendengar namanya, ia sangat jelas dan lantang
disebut-sebut bahkan asyik untuk masuk ke dalam tiap lingkar diskusi banyak
orang. Wow, trend ya wabahnya. Hingga pada akhirnya publik digemparkan
dengan angka kematian yang kian hari meningkat cukup signifikan. Mengerikan memang.
Terus apa hubungannya ya
dengan KULON (Kuliah Online) ????
Okey, sebagaimana yang
kita ketahui bahwa dalam membahas suatu masalah pasti tentunya juga ada
dampaknya. Dari sekian banyaknya dampak yang telah hadir diantaranya, dampak
terhadap perekonomian negara yang tentunya sangat berpengaruh hingga ke
kantong-kantong kita. Selain itu juga berdampak pada psikologis, pasti ini juga
sangat dapat kita rasakan. Mengingat banyaknya ketakutan dan kekhawatiran yang
menghantui setiap harinya. Bagaimana tidak, dengan munculnya sebuah persoalan baru
yang juga bisa saya sebut persoalan dunia. Sebab bukan hanya negara kita saja
yang terjangkit, tapi juga lintas negara.
HOW HAPPENING YOU’RE!!!
Hingga saat ini kita tahu
banyak lahirnya stigma buruk yang hadir kepada mereka. Mereka ini tentunya
ialah orang-orang yang justru menjadi garda terdepan dalam memerangi pandemi
ini. Mereka ialah para tenaga medis, baik perawat maupun dokter dan yang
terlibat di dalamnya. Sungguh miris sekali. Selain kita dipusingkan dengan
dampak finansial kantong masing-masing, kita juga dipusingkan dengan stigma
baru yang mengguncang psikologis diri kita dan orang sekitar. Ampun republik.
Tidak selesai disitu,
selain menyerang pada sektor kesehatan - perekonomian – pariwisata dan banyak
hal. Kali ini kita juga diujidengan hal
yang amat berat diterima, dampaknya terhadap sektor pendidikan. Menurut saya,
ada tiga hal yang saling berkaitan sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh
demi memajukan bangsa ini. Selain ekonomi, kesehatan, juga pendidikan.
Menurut Plato, pendidikan adalah sesuatu yang dapat membantu perkembangan individu dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang dapat memungkinkan tercapainya sebuah kesempurnaan.
Untuk menuju kesempurnaan, tentu dibutuhkan banyak usaha. Termasuk usaha dalam pengimplementasiannya.
Sejak covid-19 semakin
merebak dan memangkas waktu. Termasuk waktu pelaksanaan semester baru di
beberapa intitusi pendidikan, salah satunya saya mengambil sampel di beberapa
kampus yang berada di Kota Bekasi. Banyak institusi pendidikan yang bukan hanya
pada tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah saja yang melaksanakan
belajar dari rumah, tetapi institusi pendidikan tinggi juga (baca : kampus).
Banyak sekali proses
belajar mengajar yang dirasakan tidak biasa, sebab harus bergenggaman dengan
teknologi sebagai perantaranya. Selain gagap dan canggung dengan teknologi,
proses adaptasi juga terus dilakukan seiring dengan proses belajar mengajar. Karena
tidak jarang dari kita, bahkan dari tenaga pendidik seperti guru atau dosen yang
masih belum terbiasa menggunakan media teknologi sebagai perantara belajar
mengajar.
Kerap kali saya dengar keluhan
dari beberapa orang yang merasa bahwa belajar di rumah melalui teknologi bahkan
sejumlah aplikasi pendukung itu tidak efektif. Mengapa tidak efektif? Karena jika
dilihat dari kebiasaan sebelumnya, para mahasiswa biasa menghabiskan waktu
belajarnya di dalam ruang kelas selama 4-6 jam perharinya melalui tatap muka
dengan berbagai macam metode pengajaran
yang diterapkan. Seperti diskusi kelompok, forum debat, presentasi dan lain-lain.
Sangat jelas ini membutuhkan waktu penyesuaian tehadap rutinitas yang biasa
diterapkan di kelas.
Masa-masa transisi ini
tentu membutuhkan hal-hal pendukung lain. Seperti ketersediaan perangkat dan
kuota untuk mengakses aplikasi penunjang. Sebab setiap pengajar memiliki metode
ajar yang berbeda pula, bahkan media belajarnya pun juga berbeda. Belum lagi
yang tidak memiliki akses penuh kesana, tentunya kuota internet juga merupakan
slah satu kendalanya. Disatu sisi kita direpotkan dalam mengakses bahan ajar
yang juga dibarengi dengan proses penerimaan materi perkuliahan melalui jalur
online. Tentu tidak mudah bagi orang-orang yang memiliki kemampuan untuk
belajar secara tatap muka untuk memahami materi perkuliahan yang sedang atau
telah berlangsung.
Belum lagi metode setiap
tenaga pendidik yang memiliki gaya mengajarnya yang berbeda karakter. Karena juga
ada yang saya dapati terkait keluhan banyaknya tugas yang diberikan dengan
jumlah waktu yang tidak sesuai. Jelas sangat memengaruhi psikologis yang
merasakan. Seharusnya para tenaga pendidik juga mampu menyeimbangkan antara penyampaian
materi dengan pemberian tugas.
Selain penyampaian
materi, ketersediaan kuota internet juga sangat dibutuhkan. Ada beberapa
provider yang turut mendedikasikan program kuota gratis untuk yang membutuhkan
baik pelajar maupun mahasiswa. Namun, di dalamnya terdapat syarat dan ketentuan
yang belaku. Ada yang dapat mengakses Whatsapp saja, ada juga yang mampu
mengakses sumber referensi melalui pencarian. Hal itu saja tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan belajar atau kuliah secara daring (online).
Lalu ada yang juga
mengganjel di benak saya dan mungkin hampir seluruh mahasiswa yang merasakan. Yaitu
mengenai UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang biasanya dilunasi di awal semester. Pada
kenyataannya di semester ini kita semua dihadapi dengan situasi wabah yang
mendunia, pandemi Covid-19. Banyak dari mereka yang membuat suatu pernyataan sikap
tegas terkait ini. Jika kita ingat melalui statement legit dari Kemenag RI,
Menteri Fachrul Rizal mengenai pemotongan UKT Mahasiswa PTKIN. Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam Kemenag mengeluarkan surat pemotongan UKT/SPP
mahasiswa PTKIN pada 6 April lalu. Namun pada 20 April, pemotongan UKT/SPP
mahasiswa PTKIN dibatalkan. "Karena ada penghematan anggaran di Kemenag
yang berdampak pada dana operasional PTKIN," ujar Kamaruddin. Dilansir dari
CNNINdonesia.com.
Tetapi ada hal yang
menarik saya pernah ketahui bahwa ada salah satu institusi pendidikan yang bersinergi
dengan salah satu provider untuk diberikan kuota internet sebagai salah satu
fasilitas selama belajar di rumah. Mungkin ini bisa menjadi rekomendasi dan
bahan pertimbangan untuk dicontoh para institusi pendidikan lainnya dengan cara
mengelola anggaran UKT tersebut untuk keperluan yang lebih berguna.
Ada sebuah rekomendasi
yang bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk para tenaga pendidik, bahwa bicara
soal pendidikan berarti juga bicara soal metodologi. Dengan dilandanya
panaademi ini, ada kiranya para tenaga pendidik untuk mengemas dan merancang
sebuah formulasi yang bisa diterapkan dalam mengajar dari rumah. Juga ikut
mempertimbangkan perihal pemberian tugas di setiap pertemuan kuliah daringnya,
sebab tidak akan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik jika tidak dibarengi
dengan pemahaman suatu ilmu yang diberikan. Jadi, dari sisi tenaga pendidik
maupun mahasiswanya juga saling bahu membahu karena sama pentingnya. Asas Holopis
Kuntul Baris.
Semoga kita semua
diberikan kelancaran dalam menimba ilmu, bagaimanapun cara dan dimanapun
tempatnya. Karena “setiap orang menjadi guru, dan setiap rumah menjadi
sekolah.” -Ki Hajar Dewantara.
Mantap my dear sisterππ
BalasHapusTerimakasiy sygg πππ
Hapus