Nasib Tenaga Medis Perempuan Terhadap COVID-19




Sebagaimana yang kita ketahui bahwa akhir-akhir ini sejumlah lintas negara telah dihebohkan dengan wabah pandemi yang kian hari massif merajai. Covid-19 sebagaimana yang kita ketahui Corona Virus Disease-2019 yang muncul pertama kali di Wuhan, China pada tanggal 30 Desember 2019. Seluruh wilayah di Wuhan kala itu digemparkan hingga banyak sekali penularan dan korban yang berjatuhan. Hingga akhirnya Wuhan sempat resmi diberlakukan lockdown atau bisa disapa dengan karantina wilayah.


Terlepas dari China, Covid-19 mulai mengunjungi negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Hingga saat ini Covid-19 resmi hadir di negara kita, Indonesia. Bahkan, sebelum Covid-19 terdeteksi masuk ke Indonesia, Prof. Marc Lipsitch seorang profesor epidemiologi dari Harvard University meluncurkan sebuah riset prediksi menggunakan model matematika yang mengatakan bahwa seharusnya di Indonesia sudah terdapat 5 kasus tapi tidak terdeteksi. Sontak membuat Menteri Kesehatan, Bapak Terawan terlihat merespon tidak terima. Namun pada akhirnya yang terjadi ialah segenap pemerintah terlihat belum memberi sikap tegas untuk pencegahan terjadinya wabah pandemi ini, atau minimal peringatan dini. Dilansir dari The Jakarta Post, Prof. Marc Lipsitch mengatakan “khususnya di Indonesia, untuk memastikan deteksi kasus dan tindakan pengendalian yang tepat untuk mengurangi risiko penularan mandiri”.


Hingga saat ini dilansir dari https://www.covid19.go.id/ bahwa data yang terverifikasi per tanggal 2 April 2020 pukul 16.00 WIB tercatat jumlah pasien yang positif sebanyak 1790, sembuh 112, dan meninggal 170. Angka ini bukanlah sebuah angka yang diperuntukkan sebagai nomor biasa, namun ini menjadi wujud tolak ukur refleksi terhadap apa yang telah pemerintah Indonesia lakukan belakangan ini.


Mengingat angka pasien yang sembuh dari Covid-19 pastinya tidak terlepas juga dari peranan para tenaga medis yang senantiasa hadir di garda terdepan dalam membantu menangani dan merawat para pasien. Para tenaga medis diharuskan menggunakan Hazardous Material atau yang kita kenal dengan Hazmat, dan Alat Pelindung Diri lainnya. Hal itu menyebabkan proses aktivitas para tenaga medispun ikut berbeda tak seperti biasanya, sebab masa pemakaian alat pelindung diri itu dipergunakan untuk sekali pakai. Sedangkan, jam kerja yang biasanya mereka peroleh bisa 8-12 jam perharinya. Banyak yang harus kita ketahui bahwa tenaga medis tidak hanya melibatkan laki-laki, tapi juga perempuan. Laki-laki dan perempuan memiliki proses biologis maupun fisiologis dan kondisi yang berbeda. Oleh karena itu selain memerhatikan pasien, para tenaga medis khususnya perempuanpun harus ikut diperhatikan lebih. Mengenai kondisi imunitasnya, dalam keadaan siklus setiap bulannya atau tidak, sedang di masa kehamilan atau tidak. Karena itu harus juga betul-betul diperhatikan.


Sebagaimana penggunaan alat pelindung diri (APD) yang juga dianjurkan oleh WHO pasti harus diikuti oleh para tenaga medis, tenaga medis harus tetap dijaga kesterilisasiannya demi menjaga tubuhnya juga. Bagaimana jika tenaga medisnya perempuan yang sedang mengalami keadaan yang berbeda dari tenaga medis laki-laki? Berarti butuh diperhatikan betul. Karena, terdengar sudah ada beberapa tenaga medis yang positif corona juga, bahkan disaat hamil. Sebanyak 84 tenaga medis di DKI Jakarta dinyatakan terinfeksi virus Corona jenis baru COVID-19, bahkan 2 diantaranya berstatus positif COVID-19 dalam keadaan mengandung, dilansir dari suara.com .

Untuk itu besar harapan kami sebagai masyarakat untuk saling menjaga antar sesama demi melawan wabah pandemi ini. Karena, kesehatan ialah suatu tolak ukur kemajuan peradaban bangsanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penerangan Jalan: Bukti Keseriusan Pejabat Publik Dalam Mencegah Terjadinya Kekerasan Seksual di Setiap Daerahnya

Seringkali menemukan jalan yang minim bahkan enggan penerangan jalan merupakan fenomena yang tidak jarang lagi dijumpai. Sah-sah saja rasa...