KOPRI SEBAGAI WADAH MENINGKATKAN INTELEKTUALITAS DAN MENGASAH KEPEKAAN SOSIAL


Kopri sebagai organisasi perempuan yang lahir pada tanggal 25 November 1967 dan berstatus badan semi otonom dari PMII. Hal ini mengungkapkan bahwa antara PMII dan Kopri memiliki garis intruksi ataupun garis koordinasi kesalingan dalam bergerak bersama. Perjalanan kopri tidak mudah, terjal dan melewati banyak stagnansi yang pahit berkepanjangan. Namun, atas dasar kebutuhan dan semangat Kopri itu sendiri pula yang juga membangkitkan giroh di tubuh kopri hingga saat ini.

53 tahun sudah usia kopri, usia yang tidak muda lagi untuk menjadi wadah bagi para kader kopri. Tentunya kopri telah banyak memberikan kontribusi di berbagai hal, termasuk pada hal-hal yang sifatnya kemanusiaan. Sebagaimana termaktub dalam visi Kopri, yaitu terciptanya masyarakat yang berkeadilan berlandaskan kesetaraan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Sebagai kader perempuan di PMII atau Kopri, hal seperti ini harus tercermin di setiap diri para kader perempuan di PMII.

Bicara mengenai intelektualitas tentunya harus ditunjang oleh sejumlah keilmuan dan kemampuan yang harus dimiliki setiap kader perempuan PMII. Bahkan sekarang sudah di era globalisasi dan revolusi industry 4.0 dimana ketajaman digitalisasi meliputi di berbagai aspek kehidupan. Sektor pendidikan misalnya sekarang menggunakan perangkat teknologi bahkan sistem pengajarannya banyak yang melalui daring (dalam jaringan). Hal ini diperkuat oleh pandemi covid-19 yang memasuki Indonesia sejak 8 bulan terakhir, dimana kegiatan belajar mengajar dilakukan dari rumah. Nah, hal tersebut merupakan fenomena yang tentunya kita alami bersama di masa perkuliahan. 

Mengenai hal tersebut ialah salah satu bukti bahwa kader perempuan PMII tidak boleh tertinggal oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemudian bicara intelektalitas tentunya juga harus diiringi oleh soft skill dan hard kill. Dimana hard skills merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Sementara itu, soft skills adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang mampu mengembangkan unjuk kerja secara maksimal. 

Oleh karenanya, mahasiswa yang tergabung dalam organisasi PMII dan yang pastinya telah menjadi kader perempuan PMII merasa terwadahi dengan adanya KOPRI. Sebuah badan yang mewadahi para kader perempuan PMII baik dari segi pemikiran, kemampuan, keberanian, keilmuan bahkan wacana politik sekalipun. Karena menurut Saya, perempuan sudah tidak boleh lagi tertinggal dari ruang-ruang keilmuan. Karena perempuan harus berdaya baik secara pemikiran maupun gerakan.

Selama ini perempuan selalu menjadi bahan objektivikasi bahkan subjek yang dinomorduakan (subordinasi) karena korban mata rantai patriarki yang selama ini sulit untuk kita stigmatisasi. Dalam hal ini tentunya KOPRI tidak pantang menyerah dalam memutus mata rantai ketidak adilan gender. Mengacu kepada 4 musuh Bersama KOPRI, yang salah satunya di bidang social-budaya yaitu budaya patriarki dimana menomorsatukan laki-laki sebagai subjek utama di segala pengambilan keputusan. Tentunya hal tersebut tidak sejalan dengan mitra sejajar atau sikap kesalingan (mubaadalah) yang senantiasa KOPRI maupun PMII implementasikan, termaktub dalam Al-Qur’an yang artinya Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dalam kodrat yang berbeda, namun sama-sama mempunyai tanggungjawab kekholifahan. (Q.S 8: 165), Masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang sama seimbang (Q.S 2: 228).

Selain itu, dengan adanya wadah KOPRI mampu mewadahi kemampuan baik softskill maupun hardskill, KOPRI juga dituntut dan tertuntut untuk melek akan keilmuan. Hal ini biasa terjadi ketika di ranah rayon atau komisariat dimana para Kopri berproses. Karena bagaimanapun, rayon atau komisariat merupakan rumah pertama yang akan mereka tempa saat berproses. Bahkan ada yang bilang bahwa rayon atau komisariat ialah ladangnya grassroot, dimana grassrootlah yang paling memiliki peranan penting dalam berproses sebab disanalah para kader PMII maupun Kopri belajar mengenal dirinya dan sekitarnya.

Melalui kajian-kajian keilmuan, wacana-wacana publik, isu-isu kemanusiaan (baik yang sensitif gender ataupun global) yang menjadi sentral membuat para Kopri menjadi lebih melek dan peka terhadap sosialnya. Karena biar bagaimanapun, perempuan harus sudah dan mampu untuk masuk ke setiap lini dan lagi-lagi Saya harus bilang bahwa perempuan tidak boleh tertinggal dalam ruang-ruang keilmuan maupun wacana publik. Mengingat pepatah Bung Karno, “Laki-laki dan perempuan adalah seperti dua sayap dan seekor burung.

Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya. ika patah satu daripada dua sayap itu, maka tidaklah dapat terbang burung itu sama sekali.”

Nah, melalui kajian-kajian keilmuan bahkan kajian buku yang biasa mereka baca akan menumbuhkan dinamika-dinamika agar tetap berjalannya proses penempaan diri di setiap kader perempuan di PMII yang biasa diidentikan bahwa perempuan cenderung berperasaan. Hal ini dapat dibantah melalui statementnya Imam As Suyuti, “barangsiapa yang ingin kokoh eksistensinya, maka hendaklah ia terbiasa menghadapi problematika.” Jadi, baik laki-laki maupun perempuan tidak ditentukan jenis kelaminnya siapa yang lebih berperasaan, tetapi sejauh mana mereka meampu menghadapi dan mampu menyikapi keadaan. 

Selain kajian-kajian keilmuan atau bedah buku, presentasi maupun sharing session seperti seminar turut menunjang intelektualitas para kader perempuan di PMII menjadi lebih berkualitas. Sebab ruang keilmuan bukan terdiri dari tembok-tembok bahkan bangku-bangku kelas, tapi meliputi seluruh alam.

Kemudian mengacu kepada tri dharma perguruan tinggi poin ke-3 yaitu pengabdian masyarakat. Tentunya, kopri sebagai wadah perempuan yang berorganisasi di PMII menjadi salah satu instrument untuk mengimplementasikan tri dharma perguruan tinggi poin ke-3. Mengingat bahwa kita pun lahir dari masyarakat pasti tentunya akan Kembali kepada masyarakat, hal ini tidak terlepas dari aktivitas kita sebagai makhluk sosial. Wadah perempuan khususnya dan PMII pada umumnya adalah organisasi yang memiliki komitmen besar untuk tidak pasrah melihat ketidakadilan. Sebagaimana manifestasi dari Mega Mendung – Bogor, 1965. “PMII harus berwatak radikal progresif dan revolusioner militan tidak boleh konservatif, sosialistik bukan kapitalistik, dinamik bukan statis dan beku, membela agama di mana pun dan kapan pun, tegas dan jujur dan konsekuen dalam membela kebenaran. Dalam hal bepihak, PMII tak bisa lain kecuali berpihak kepada ke-Tuhanan, kepada sosialisme, membela buruh dan petani, mengganyang habis kemiskinan, kebodohan dan kezaliman, memihak kepada perjuangan melawan neokolim dan penghisapan manusia atas manusia dalam segala bentuk dan manivestasi.” (Mega Mendung - Bogor, 26 April 1965).”

Manivestasi Mega Mendung PMII, menyiratkan bahwa PMII senantiasa hadir dalam menghadapi problem masyarakat dan organisasi. Berangkat dari inilah KOPRI PB PMII sebagai organisasi jamaah meyakini bahwa masalah-masalah yang ada di tengah-tengah masyarakat hanya bisa dipecahkan melalui usaha-usaha kelompok atau organisasi. Seperti firman Allah SWT:“Tangan (kekuatan) Tuhan beserta Jama’ah (masyarakat)”. Ini merupakan penegasanKOPRI akan tanggungjawabnya untuk menyikapi persoalan-persoalan sosial masyarakat. Begitulah sedikit yang bisa saya kutip dari Modul Kaderisasi yang tentunya menjadi harapan Bersama para Kopri.

Maka KOPRI dalam melakukan advokasi di masyarakat ini, yakni membimbing bagaimana KOPRI mengajak kader dan masyarakat untuk menjadi cerdas dalam menghadapi kehidupan, mengajak mereka mengetahui, mengerti dan memahami hak-hak mereka di negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penerangan Jalan: Bukti Keseriusan Pejabat Publik Dalam Mencegah Terjadinya Kekerasan Seksual di Setiap Daerahnya

Seringkali menemukan jalan yang minim bahkan enggan penerangan jalan merupakan fenomena yang tidak jarang lagi dijumpai. Sah-sah saja rasa...